14 Negara Tak Setuju dengan Resolusi PBB soal Rusia Harus Ganti Rugi ke Ukraina, Indonesia Abstain

Majelis Umum PBB pada Senin (14/11/2022) menyetujui sebuat resolusi yang menyerukan agar Rusia bertanggung jawab karena melanggar hukum internasional dengan menyerang Ukraina. Resolusi tersebut termasuk menyerukan Rusia bertanggung jawab membayar ganti rugi atas kerusakan akibat perang yang terjadi di Ukraina. Lantas dari hasil pemungutan suara di badan dunia itu yang beranggotakan 193 orang hasilnya 94 negara setuju dengan resolusi.

Sedangkan 14 negara tidak menyetujui, serta 73 negara abstain. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Bahama, Belarusia, Republik Afrika Tengah, Cina, Kuba, Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara), Eritrea, Etiopia, Republik Islam Iran, Mali, Nikaragua, Federasi Rusia, Republik Arab Suriah dan Zimbabwe.

Aljazair, Angola, Antigua dan Barbuda, Armenia, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belize, Bhutan, Bolivia,Botswana, Brasil, Brunei Darussalam, Burundi, Kamboja, Kongo, Mesir, El Salvador, Guinea Khatulistiwa, Eswatini, Gabon, dan Gambia. Ada juga Grenada, Guinea, Guinea Bissau, Guyana, Haiti, Honduras, India, Indonesia, Irak, Israel, Jamaika, Yordania, Kazakstan, Kyrgyzstan, Laos, Lebanon, Lesotho, Libya, Madagaskar, Malaysia, Mauritania, Mauritius, Mongolia, Mozambik, Namibia, Nepal, dan Nigeria. Juga Oman, Pakistan, Rwanda, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Arab Saudi, Serbia, Sierra Leone, Afrika Selatan, Sudan Selatan, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Tajikistan, Thailand, Timor Leste, Trinidad dan Tobago, Tunisia, Uganda, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Vietnam, Yaman.

Afghanistan, Albania, Andorra, Argentina, Australia, Austria, Belgia, Benin, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Kanada, Tanjung Verde, Chad, Chili, Kolombia, Komoro, Kosta Rika, Kroasia, Siprus, Republik Ceko, Denmark, Djibouti, Republik Dominika. Ekuador, Estonia, Fiji, Finlandia, Prancis, Georgia, Jerman, Ghana, Yunani, Guatemala, Hungaria, Islandia, Irlandia, Italia, Pantai Gading, Jepang, Kenya, Kiribati, Kuwait, Latvia, Liberia, Liechtenstein, Lithuania, dan Luksemburg. Juga Malawi, Maladewa, Malta, Kepulauan Marshall, Meksiko, Mikronesia, Monako, Montenegro, Myanmar, Nauru, Belanda, Selandia Baru, Niger, Makedonia Utara, Norwegia, Palau, Panama, Papua Nugini, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia, Portugal.

Serta Qatar, Republik Korea (Korea Selatan), Republik Moldova, Rumania, Samoa, San Marino, Seychelles, Singapura, Slovakia, Slovenia, Kepulauan Solomon, Somalia, Spanyol, Swedia, Swiss, Togo, Tuvalu, Turkiye, Ukraina, Inggris Raya, Amerika Serikat, Uruguay, Vanuatu dan Zambia. Sementara itu dikutip dari , resolusi PBB kali ini mendapat dukungan paling rendah, dibandingkan dengan lima resolusi terkait Ukraina yang diadopsi oleh Majelis Umum sejak invasi Rusia 24 Februari lalu. Resolusi kali ini mendorong membentuk sebuah mekanisme internasional untuk reparasi atas kerusakan, kehilangan atau warga yang terluka di Ukraina atas serangan Rusia.

Ini merekomendasikan bahwa negara negara anggota majelis PBB bekerja sama dengan Ukraina, membuat daftar internasional untuk mendokumentasikan klaim dan informasi tentang kerusakan, kehilangan atau cedera pada Ukraina dan pemerintah yang disebabkan oleh Rusia. Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan pengeboman dan penembakan oleh Rusia di kota dan desa, menargetkan segala sesuatu mulai dari tanaman dan pabrik hingga bangunan tempat tinggal, sekolah, rumah sakit, dan taman kanak kanak. Tidak hanya itu juga menargetkan jalan, jembatan, rel kereta api, dan hampir setengah dari jaringan listrik dan utilitas Ukraina.

Sergiy Kyslytsya juga mengutip laporan tentang kekejaman yang dilakukan oleh Rusia di wilayah yang didudukinya, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, deportasi paksa, dan penjarahan. “Ukraina akan memiliki tugas berat untuk membangun kembali negaranya dan pulih dari perang ini,” kata Kyslytsya. “Tapi pemulihan itu tidak akan pernah lengkap tanpa rasa keadilan bagi para korban perang Rusia.”

“Sudah waktunya untuk meminta pertanggungjawaban Rusia,” kata Kyslytsya lagi, menyebut resolusi PBB itu sebagai sinyal harapan untuk keadilan. Sebaliknya, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mendesak anggota majelis untuk memberikan suara menentang resolusi tersebut, menyebutnya sebagai upaya untuk melegalkan sesuatu di mana dari sudut pandang hukum internasional hal itu tidak dapat disahkan. Nebenzia menuduh Barat melakukan apa saja untuk memberikan lapisan legitimasi untuk mulai membekukan pengeluaran, mencuri aset Rusia sebesar miliaran dolar.

Dan dia menuduh Barat mencari keputusan Majelis Umum PBB sebagai tabir untuk menyembunyikan perampokan terbuka, yang penerima manfaatnya justru perusahaan militer Barat. Dia memperingatkan bahwa persetujuan resolusi hanya dapat meningkatkan ketegangan dan ketidakstabilan di seluruh dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *